Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. 4:79)
Bukan bermaksud mendramatsir ataupun menjadi sok tahu, tapi begitulah (terjemahan) Quran surat Annisa ayat 79. Yang mungkin ada benarnya, kalau hal ini (bencana) dikaitkan dengan keberadaan Quran surat Annisa tersebut di atas. Question : "loh ?? kok ada benarnya ?! Bagaimana bisa, bencana erupsi merapi itu karena ulah(kesalahan) manusia ?! Answer : " ya, mungkin ada benarnya !".
Tentunya pertanyaan di atas nggak akan ku jawab secara tertulis di sini, karena mungkin aku belum mampu untuk menuliskan / menggambarkan secara detail, atau bahkan belum cukup pantas untuk menjawab semacam pertanyaan di atas itu. Yah, semoga saja akan tak lama lagi, Anda (para pembaca artikel ini) untuk mendapatkan serta mengetahui jawaban atas pertanyaan tersebut di atas.
#
Ahad pagi, pukul 06.35, tanggal 09 Januari 2011. Aku dengan beberapa teman remaja masjid telah bersiap-siap menuju lokasi(pasca) bencana erupsi merapi. Dengan saling berboncengan mengendarai sepeda motor kami menuju lokasi, melewati jalan kaliurang , jalan besi dan memasuki daerah jangkang ketimur dsb. Tigapuluh menit, kami menempuh perjalanan kuranglebih 7 kilometer, akhirnya kami telah sampai pada tujuan yang kami maksud, daerah kali gendol.
Ternyata sudah banyak orang di sini.
Wow, terheran-heran bukan-main menyaksikan batu sebesar delapan kali kebo njingkrung, berada di atas jembatan kali gendol. Sungguh pemandangan yang tak biasa dan sulit untuk ku cerna. Dalam hati, aku berbisik : "mungkinkah erupsi merapi kemarin itu telah memuntahkan dan telah melemparkan batu yang sebesar itu hingga berada di sini ??! lalu seberapa dhasyatkah kekuatan erupsi itu ??!". Subhannalah ! Terus terang aku adalah tipe orang yang sulit untuk percaya. Tapi, apa mau dikata dan tak perlu dibantah, ini adalah kuasa Tuhan, Allah SWt. Aku saat ini hanya dan harus mengatakan itu. Maha besar Allah dengan segala kekuasaan-Nya !
Belum puas aku dengan keheranan ku tadi, aku melihat ke arah kiri ku, yaitu arah gunung merapi. Kulihat lobang aliran kali sesak terpenuhi oleh ribuan meter kubik material vulkanik, ribuan meter kubik berupa batu dan pasir yang masih mengeluarkan asap panas berbau belerang. Juga kulihat pepohonan di sepanjang bantaran kali gendol nampak lanas, bahkan telah mati, karena terjangan awan panas yang melewati(menyusuri) kali gendol ini.
Dengan kamera aku memotret beberapa lokasi di situ dan mulai melanjutkan perjalanan. Kebetulan aku mengendarai motor sendiri dan berjalan agak belakangan. Kanan kiri terlihat ratusan pohon tumbang, tidak tumbang-pun pohon itu tanpa daun yang hanya menyisakan ranting yang begitu syadu, seolah mengisyaratkan diri akan kesedihan.
Semakin lama, semakin ke arah utara, kami sampailah disebuah lokasi. Kami me-markir kendaraan, dan melanjutkan perjalanan kaki. Perjalanan melewati jalanan seperti gambaran dan bayangan ketika kita masih kanak-kanak. Sebuah gunung yang biru dengan jalan berkelok-kelok. Tapi ini tanpa terlihat adanya pohon rimbun disekitar kami. Akhirnya aku dan teman lainnya beristirahat, duduk-duduk di sebuah batu besar, yang cukup untuk diduduki ber-enam. Sambil menyantap makanan ringan dan minum, aku mulai beraksi, yaitu potert-potret. Hingga pada akhirnya aku menemui seorang bapak yang sedang menanam beberapa pohon mahoni.
Ku sapa beliau, "pak, nembhe nanem wit nopo niku pak ?", bapak itu menjawab : "oh, niki wit mahoni mas" ?. Singkat cerita, bapak itu berkisah, bahwa di sinilah dulu rumah bapak itu ada. Di sinilah perkampungan bapak beserta para tetangganya. Namun sekarang telah tiada berbekas apapun, jangankan atap dan tembok, pondasipun tak tampak. Tak tampak dan tak menyangkalah, bahwa dulu disini adalah sebuah perkampungan biasa.
#
Ahad pagi, pukul 06.35, tanggal 09 Januari 2011. Aku dengan beberapa teman remaja masjid telah bersiap-siap menuju lokasi(pasca) bencana erupsi merapi. Dengan saling berboncengan mengendarai sepeda motor kami menuju lokasi, melewati jalan kaliurang , jalan besi dan memasuki daerah jangkang ketimur dsb. Tigapuluh menit, kami menempuh perjalanan kuranglebih 7 kilometer, akhirnya kami telah sampai pada tujuan yang kami maksud, daerah kali gendol.
Ternyata sudah banyak orang di sini.
Wow, terheran-heran bukan-main menyaksikan batu sebesar delapan kali kebo njingkrung, berada di atas jembatan kali gendol. Sungguh pemandangan yang tak biasa dan sulit untuk ku cerna. Dalam hati, aku berbisik : "mungkinkah erupsi merapi kemarin itu telah memuntahkan dan telah melemparkan batu yang sebesar itu hingga berada di sini ??! lalu seberapa dhasyatkah kekuatan erupsi itu ??!". Subhannalah ! Terus terang aku adalah tipe orang yang sulit untuk percaya. Tapi, apa mau dikata dan tak perlu dibantah, ini adalah kuasa Tuhan, Allah SWt. Aku saat ini hanya dan harus mengatakan itu. Maha besar Allah dengan segala kekuasaan-Nya !
Belum puas aku dengan keheranan ku tadi, aku melihat ke arah kiri ku, yaitu arah gunung merapi. Kulihat lobang aliran kali sesak terpenuhi oleh ribuan meter kubik material vulkanik, ribuan meter kubik berupa batu dan pasir yang masih mengeluarkan asap panas berbau belerang. Juga kulihat pepohonan di sepanjang bantaran kali gendol nampak lanas, bahkan telah mati, karena terjangan awan panas yang melewati(menyusuri) kali gendol ini.
Dengan kamera aku memotret beberapa lokasi di situ dan mulai melanjutkan perjalanan. Kebetulan aku mengendarai motor sendiri dan berjalan agak belakangan. Kanan kiri terlihat ratusan pohon tumbang, tidak tumbang-pun pohon itu tanpa daun yang hanya menyisakan ranting yang begitu syadu, seolah mengisyaratkan diri akan kesedihan.
Semakin lama, semakin ke arah utara, kami sampailah disebuah lokasi. Kami me-markir kendaraan, dan melanjutkan perjalanan kaki. Perjalanan melewati jalanan seperti gambaran dan bayangan ketika kita masih kanak-kanak. Sebuah gunung yang biru dengan jalan berkelok-kelok. Tapi ini tanpa terlihat adanya pohon rimbun disekitar kami. Akhirnya aku dan teman lainnya beristirahat, duduk-duduk di sebuah batu besar, yang cukup untuk diduduki ber-enam. Sambil menyantap makanan ringan dan minum, aku mulai beraksi, yaitu potert-potret. Hingga pada akhirnya aku menemui seorang bapak yang sedang menanam beberapa pohon mahoni.
Ku sapa beliau, "pak, nembhe nanem wit nopo niku pak ?", bapak itu menjawab : "oh, niki wit mahoni mas" ?. Singkat cerita, bapak itu berkisah, bahwa di sinilah dulu rumah bapak itu ada. Di sinilah perkampungan bapak beserta para tetangganya. Namun sekarang telah tiada berbekas apapun, jangankan atap dan tembok, pondasipun tak tampak. Tak tampak dan tak menyangkalah, bahwa dulu disini adalah sebuah perkampungan biasa.
Aku terdiam cukup lama, sedih dan kasihan setelah bapak itu bercerita tentang apa tersebut di atas. Untuk menghilangkan perasaan kesedihan ku, dan juga kesedihan yang mungkin dirasakan bapak itu, aku memang sengaja untuk diam, tidak bertanya. Akupun mati gaya, hanya bisa pura-pura jeprat-jepret sana-sini, untuk mengalihkan moment ini. Hingga akhirnya tanpa saling menyapa lagi, bapak itu pergi meninggalkan pertemuan ini, melanjutkan menanam(mungkin). Terlihat dengan jelas dari bahasa tubuhnya, bahwa bapak itu meninggalkan pertemuan ini dengan perasaan sedih.
Begitulah sedikit cerita tentang perjalanan(petualangan) ku beserta teman-teman, di lokasi pasca bencana erupsi merapi tahun 2010. Mungkin bisa sedikit di ambil hikmahnya. Atas nama pepatah, mengatakan : "ada gula, ada semut". Ada sebab, juga pasti ada akibat. Ada akibat-pun, pasti karena sesuatu sebab. Tetapi hikmah yang terpenting adalah : semua ini(rangkaian bencana erupsi) telah membawa & memberikan keberkahan, bagi umat manusia di sekitar merapi. Seperti kata-kata yang ku kutip, yang dilontarkan Mbah Rono [Kepala PVMBG], waktu siaran live di acara 1 Jam lebih Dekat TV One.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar