Senin, 27 Oktober 2014

Lembah Sikunir, Dieng


Kayen, 25 Oktober 2014.


Pukul 08:55 dua mobil pengangkut peserta makrab telah ready. Dan para peserta makrab sudah berkumpul di rumah Mas Danang Jatmiko. Total delapan belas peserta, termasuk dua sopir Mas Dadang dan Mas Kabul. Setiap mobil ada 9 orang.

Mobil avanza sebagai sopir Mas Dadang, dikursi penumpang ada Danang, Mamat, Deny, Aris juga peserta non anggota ada Uuj, Pita, Putri dan Inggi (temannya Uuj). Di mobil xenia sebagai sopir ada Mas Kabul cah Plemburan, di kursi penumpang ada Handoko, Zamrudi, Abi, Suranto, Hendi, dan peserta non anggota Linda, Enny dan Ardiyanto.

Setelah seluruh perlengkapan peserta telah komplit, dilanjutkan packing periperal, survival dan tas di dalam mobil. Supaya tata letak barang menjadi efisien, rapi dan tentunya tak menyita tempat yang menyebabkan mobil bertambah sumpek. Karena setiap mobil ada sembilan orang.

Dirasa sudah clear. Kami berdoa bersama kemudian dilanjutkan foto bersama sebelum on the way menuju ke Wonosobo. Kuranglebih pukul 09:22 WIB. Mobil berangkat.

Perjalanan berangkat hari itu penuh dengan rangkaian acara dan pengalaman. Seperti hujan deras yang mengurangi jarak pandang, sholat jamak dzuhur dan ashar di Masjid Al-Jihad Jl. Wonosobo, dan juga pengalaman mengesankan ketika mencari rumah sedulurnya Mas Dadang. Menyusuri jalan setapak menanjak dan berkabut dan disuguhi makanan snack juga makan soto khas wonosobo yang manis dan bersantan. Juga prosesi mengangkat bersama mobil pickup karena jalan yg dilalui tak muat untuk untuk dilalui mobil kami. Rombongan cukup lama disini, sampai pukul 5 sore, kemudian pamitan dilanjutkan perjalanan kembali.

Perjalanan dilanjutkan menuju sikunir. Hingga sampai pada pemukiman daerah sikunir matahari sudah tenggelam. Menyusuri jalanan kecil dengan lebar hanya 4 meter. Dijalan ini, banyak koral atau batu kecil yang sengaja ditaruh dibadan jalan. Sehingga agak memperlambat laju perjalanan. Mungkin, akses di jalan menuju ke sikunir akan diperbaiki.

Kurang lebih pukul 19:00 sampailah rombongan di parkiran area sikunir. Kami segera bergegas menuju bibir danau sikunir. Ternyata sudah banyak para wisatawan yang mendirikan tenda di tepian danau sikunir. Kamipun terpaksa mendirikan tenda agak jauh dari bibir telaga, mungkin 10 meter jaraknya.

Cukup lama kami mendirikan tenda, karena hari sudah malam, dengan penerangan terbatas. Juga udara yang amat dingin menembus kulit, walaupun kami sudah mengenakan jaket. Kurang lebih 45 menit, 4 unit tenda kami dirikan. Kemudian pembagian tempat ditenda, persiapan aula alakadarnya diluar tenda, juga persiapan tungku penggarang sate dan kayu bakar tuk api unggun juga sebagai pemasak air anget tuk persiapan pembuatan minuman sachet.

Semua sudah kondusif (kegiatan santai, sudah tidak lagi kemrungsung) kuranglebih pukul 20:45 WIB. Ada sholat berjamaah jamak, karena memang tak bareng, ada yang mulai mempersiapkan uborampe sate seperti tusuk sate, penggarangan dan lain-lainnya. Yang tak bisa saya uraikan secara ditail. :-)

Suasana alam perbukitan ditepian danau sikunir, dengan udara yang dingin yang tetap menjadikan pengalaman persahabatan kami menjadi semakin hangat. Suasana malam yang begitu romantis, dengan berbagai aktifitas sederhana yang sengaja kami ciptakan sendiri. Menghentikan sejenak pikiran-pikiran dan hiruk-pikuk di kehidupan di lingkungan sosial masyarakat.

Candaan yang biasa, acara sederhana, tenda kecil mungil yang berkerut, malam berselimutkan genitnya udara dingin yang menggetarkan badan. Semuanya terasa istimewa, dan menjadi pengalaman perdana saya. Bermalam diperbukitan, bersatu jiwa dengan alam. Beratap langit yang bertaburkan bintang.

Sate mulai ditusuki oleh rekan cewek, Putri dan Pita.  Kemudian langsung digarang di atas tungku anglo yang saya bawa. Aroma khas sate semerbak mewangi terbawa angin perbukitan yang dingin. Tak ada prosesi makan bersama, semuanya saling mengalah. Karena penggarangan hanya cukup 5 tusuk untuk sekali matang. Makan malam menu sate kambing bergantian ditambah dengan nasi lontong yang telah dipersiapkan dari rumah.

Berdekatan dengan penggarangan sate, bang satenya Suranto. Ada rekan lain yang mempersiapkan api unggun juga sebagai pemasak air anget, tuk persediaan membuat minuman sachet, seperti cofemix, susu, juga teh. Ceret digantung di atas bara api.

Kuranglebih pukul 23:00, semua bergegas tidur, meskipun beberapa rekan ada yang bergadang diluar tenda, totor disamping perapian. Sebelum menyusul tidur di dalam tenda :-)
Terasa sangat dingin, meskipun badan telah terbungkus oleh sleepingbag. Pelan namun pasti terpejam juga mata ini dengan damai. Hingga terbangun pukul 03: WIB ketika terdengar riuh rekan dan wisatawan. Riuh, mempersiapkan diri tuk melakukan perjalanan pendakian dipuncak bukit sikunir. Yang berada kuranglebih 2250 meter di atas permukaan laut (dpl). Segala sesuatu kami siapkan, mulai dari air minum, senter penerangan, tas bekal, tripot juga kamera.

Perjalanan kami mulai, mengikuti kerumunan wisatawan lain yang telah mendahului langkah kami. Jalan perbukitan yang sempit, menanjak dan berbatu, gelap juga dingin. Semua terasa amat menyenangkan. Tak ada perasaan takut / wedi atau cemas. Sekitar 30 menit perjalanan menanjak, ada juga sih rekan yang agak pusing. Mungkin aklimatisasi. Atau yang saya ketahui pusing dikala ada di ketinggian, benar ato tidak kurang tau, mohon koreksi ya :-)

Kami berhenti, di tempat yang agak lapang, supaya tak menganggu perjalanan wisatawan lainnya. Setelah pertimbangan sebentar. Semua dilanjutkan perjalanan kembali.

Banyak sekali.

Yaa, sangat banyak sekali wisatawan yang melakukan pendakian. Saya kira mungkin sekitar 500an orang lebih. Laki, perempuan, tua, muda, remaja, abg dan juga anak-anak, semuanya berbaur dalam serangkaian barisan yang teratur. Mendaki anak tangga alami.

Sampai puncak.

Kuranglebih pukul 03:45, sampailah kami di puncak bukit sikunir. Yang telah banyak juga wisatawan yang telah sampai disini. Namun alhamdulillah, kami tetap mendapatkan tempat tuk rombongan.

Duduk bersama beralaskan rumput dan tanah, sembari menunggu golden sunrise. Yang masih juga banyak wisatawan yang terus berdatangan. Sehingga puncak terasa berjubel-jubel.

Golden sunrise.

Setelah penantian hampir 2 jam, perlahan-lahan semburat merah jingga langit muncul. Disusul cahaya bulat matahari yang tak menyilaukan mata muncul. Seperti lukisan, dipadu sayup pemandangan perbukitan dan pegunungan juga oleh tebalnya kabut awan seperti kapas berterbangan. Sungguh eloknya nuansa ini. Maha karya, Sang Khaliq, pemilik kesombongan atas semua ciptaannya.

Kami tak menyia-yiakan kesempatan ini. Kami abadikan moment ini. Hingga matahari muncul dengan tegas menerangi seluruh alam di kawasan sikunir ini. Ketika wisatawan satu-persatu meninggalkan puncak. Kami masih tetap di puncak, memanjakan mata melihat dhasyatnya puncak sikunir.

Badan mulai hangat dengan pancaran matahari pagi. Setwlah rombongan telah berkumpul, dilanjut foto bareng di puncak. Kami mengakhiri kisah pengalaman yang akan menjadi sejarah bagi kami. Kami turun, menyudahi meninggalkan puncak sikunir.

Diperjalanan jalan setapak, kami harus terpisah, karena ritme langkah yang berbeda. Juga karena antri dan sesak jalanan setapak itu. Namun bersyukur, meskipun terpisah dan terpencar. Satu persatu rombongan sampailah di daratan telaga di lokasi tenda dengan selamat.

Dilanjut istirahat, juga sarapan.

Sarapan tak ada yang istimewa. Hanya menu mie instan, sawi dan beberapa bakso. Masak secara mandiri, bergantian, karena peralatan terbatas. Minuman hangat, dari wedang anget di ceret, diatas sisa api unggu semalam masih bisa kami gunakan tuk melarutkan minuman sachet.

Semuanya berjalan normal. Tak ada kendala. Meskipun ada beberapa rekan tak masak, juga bahkan tak sarapan.

Minggu, Pukul, 08:00 kami bergegas berkemas-kemas. Melipat tenda, merapikan barang bawaan, pembersihan sampah dan asah-asah. Lanjut packing perlengkapan dan tas di dalam mobil, supaya efisien.

Dilanjut foto bareng, tuk mengakhiri rangkaian bermalam di lembah sikunir. Kemudian menuju ke kawah sikidang. Kawah panas bumi. Yang hanya berjaran kurang lebih 7 kilometer dari sikunir.

Kawah sikidang.

Kawah sikidang, telah dimanfaatkan tuk pembangkit listrik panas bumi, atau PLTU, pembangkit listrik tenaga uap. Fenomena alam luar biasa.

Telaga warna.

Disebut telaga warna, karena satu telaga, ada beberapa warna yang muncul. Maksudnya airnya terlihat berwarna putih, coklat dan hijau. Entah efek apa, namun keliatannya seperti itu, berbeda warna. Dikomplek ini juga mengunjungi goa tulis. Yang saya lihat ada beberapa kembang dan bakaran dupa yang telah mati. Hmmm, mistis juga tidak. Tak perlu suudzon, digunakan apa tempat ini. Cukup tau saja dan pernah mengunjunginya sudah cukup :-)

Ditempat ini pula, kami membeli oleh-oleh khas wonosobo. Yaitu asinan carika. Buah semacam pepaya, yang hidup tersebar di berbagai tempat ini. Buahnya seperti pepaya, kecil. Pohonnya pun seperti pepaya.

Setelah dirasa cukup. Lanjut perjalanan pulang menuju borobudur, magelang mampir sejenak di rumah Aris. Tuk mencicipi masakan mangut lele.

Pukul 12:00 WIB, lanjut ke borobudur, magelang mampir sejenak di rumah Aris. Diperjalanan kami mampir untuk sholat dzuhur jamak ashar. Dan mandi siang di masjid yang kami singgahi ketika perjalanan berangkat.

Sampai di rumah aris kecamatan borobudur, kabupaten magelang hampir waktu maghrib. Rombongan disambut mbakyune kandung Aris, dan tak lama setelah itu datang Kakak ipar nya ( suami mbakyune). Dan telah dipersiapkan hidangan prasmanan menu mangut lele dan jangan kacang. Alhamdulillah. Lahap kami menyantap menu itu. Mangut lele, semacam opor ayam lebaran. Pedas bersantan.

Usai menyantap mangut lele, kami sholat maghrib jamak isya di masjid yang berdekatan beberapa meter dari rumah aris. Kemudian rehat hanya sejenak saja. Pamitan dan dilanjut perjalanan pulang ke kayen. Melewati jalan magelang - yogyakarta.

Perjalanan borobudur ke kayen hanya satu setengah jam saja. Alhamdulillah, selamat sampai di kayen. Lansung bongkar barang bawaan. Pembagian tugas pengembalian. Kemudian pulang kerumah masing-masing.

Itulah, secuil kisah yang saya alami bersama organisasi yang bercikal-bakal dari perkumpulan anak-anak yang menempuh jalur ngaji sebagai jalur mendekatkan diri dan menimba ilmu belajar agama. Organisasi yang ada sejak tahun 2004, kemudian menjelma menjadi organisasi dengan nama FORHAGI pada tahun 2009.

Organisasi yang biasa-biasa saja. Namun membanggakan bagi kami, menjadi tempat penyalur inspirasi gejolak muda kami. Organisasi, yang insyaallah siap berekspansi melahirkan koloni-koloni organisasi lain yang bermanfaat bagi anggotanya juga lingkungan sekitarnya. InsyaAllah, Aamiin.

FORHAGI
Forum Kajian Ahad Pagi - Bersatu Tumbuh Berkembang - Kalian Luar Biasa.

Terimakasih, telah.menjadi bagian dari kegiatan kami. Suatu kehormatan bagi kami, telah sudi mengenal kami. Semoga, silaturahmi tetap terjaga. Fastabiqulkhairot.

Tidak ada komentar: